Oleh Masad Masrur
Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai
pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai
Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah
selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai
Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu
menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan
fungsional.
Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka
memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses
pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan
Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna
mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan
alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan
konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi
harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui
hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum.
Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum
(Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan
eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai
penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas
menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang
terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan
perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan
Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi
masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami
pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai
tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu
seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai
Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut
kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui
Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha
mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak
lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran
orang-orang Jawa.
Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi
massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak
kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan
anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak
itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai
tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai
yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia
Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua
Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di
Indonesia.
Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh
berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi
yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak
terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah,
perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi
sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun,
pada masa pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa
Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh
akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya organisasi massa
bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini pada
akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah
melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik.
Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak
mengenal partai-partai politik.
Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala
pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana
yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai
tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena
waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat
revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya
dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat
menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang
perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat
pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang
isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut
Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang
selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika
diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai
Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai.
Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai
Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan Partai
Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah
yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik,
pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada
gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos
dari persaingan.
Memasuki periode Orde Baru, tepatnya setelah Pemilihan Umum 1971
pemerintah kembali berusaha menyederhanakan Partai Politik. Seperti
pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai Politik dianggap tidak
menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program
pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973,
partai yang diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai
Persatuan Pembangunan (PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia
(PDI).
Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh
dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara.
Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota
melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini,
sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan
rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas
kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era
Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal
pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang
sama di antara anggotanya.
Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik
adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi
kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Meski
keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti
dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi
Partai Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah
bagian dari proses demokrasi.
Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004
digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang
Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum
mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang
efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan
Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum
percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik
salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk
menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya
kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan
rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa
ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh
kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu
menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan
fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan
perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni
Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang
No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD,
Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Sabtu, 26 November 2011
PERAN PARTAI POLITIK
Posted by ardian_yukKemarii
18.49, under | No comments
0 komentar:
Posting Komentar