citra politik dan politik citra
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah politik.
Akan tetapi publik cenderung buruk dalam memaknainya. Politik mengalami
degradasi moral dibandingkan dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya. Politik
dikaitkan dengan strategi tipu muslihat untuk meraih kekuasaan atau
Sesuatu yang berhubungan dengan penggulingan kekuasaan atau kudeta.
Begitu buruknya citra politik di mata publik seolah publik menjauhi
persoalan apapun yang berkaitan dengan politik. Bahkan sebait syair
musisi Iwan Fals menyuarakan bahwa “apakah selamanya politik itu kejam”.
Begitu rendahnya wibawa politik maka publik menganggap bahwa politik
itu kotor.
Nampaknya publik cenderung sependapat dengan Marcievali bahwa
menghalalkan segala cara demi tercapainya kekuasaan adalah suatu
keharusan. Politik semacam ini tiada mengenal kawan atau lawan, namun
yang berbicara adalah kepentingan. Dan masing-masing bisa menjadi
harimau bagi sesama yang siap menerkam kapanpun.
Memang persepsi publik tak sepenuhnya salah, realitas sering
membuktikan beberapa politisi acapkali mengabaikan nilai-nilai etika
politik. Mereka tak segan-segan menelikung dari belakang terhadap
kerabat atau kawan sendiri agar tujuannya tercapai. Bahkan peperangan
dikaitkan atas nama penegakan HAM atau keamanan namun dibalik itu ialah
kepentingan politik. Hal itu yang melatarbelakangi Amerika Serikat
menaboh genderang perang terhadap Irak, walhasil jutaan manusia tak
berdosa mati sia-sia atas nama keserakahan politik. Dan Irak pun menjadi
porak poranda nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan lagi di sana.
Melihat realitas kekejaman atas nama politik, tentu publik tertekan
tak hanya secara psikologis namun juga mengalami trauma terhadap hal-hal
yang berbau politik. Tak heran, warga Irak pasca peperangan ketika
melihat orang asing atau pendatang baru menjadi curiga dan tak simpati
bahkan buru-buru pintu rumahnya ditutup rapat-rapat.
Persepsi apapun mengenai politik, toh dunia satu ini selalu dekat
dengan kita. Berbagai macam aktifitas kita sehari-hari tak jauh dari
dunia ini. bahkan tokoh-tokoh terkenal seperti Kennedy, Soekarno,
Ahmanejad, Obama yang diidolakan rakyat justru mereka sangat dekat
dengan politik dan karena kesuksesannya di dunia politiklah nama besar
mereka sampai kini.
Sebaliknya menurut Aristoteles bahwa politik merupakan disiplin ilmu
yang mulia bahkan paling mulia di antara disiplin ilmu yang lain. Dengan
alasan bahwa politik lah yang bisa mengantarkan terhadap disiplin ilmu
ilmu lainnya bisa diimplementasikan secara optimal untuk menyejahterakan
rakyat. Maka politik berkaitan erat dengan kekuasaan dan bertujuan
sangat mulia untuk kepentingan rakyat. Seandainya tidak melalui
politik, tentu akan sukar membumikan disiplin ilmu yang lain sehingga
publik bisa merasakan manfaatnya.
Dalam sistem demokrasi diharuskan berhubungan dengan politik. Salah
satu aktifitas politik yang cukup menonjol adalah terselenggaranya
pemilihan umum. Nah, untuk menyelenggarakan pemilihan umum mesti
dibutuhkan dana yang amat besar. Di negeri ini saja saat
menyelenggarakan pemilu-pemilu sebelumnya tak kurang menghabiskan
ratusan milyar rupiah, itu belum ditambah dengan biaya setiap kandidat
yang mencalonkan diri.
Dengan banyaknya dana yang dihabiskan untuk pemilu khususnya seorang
kandidat akan melakukan berbagai macam cara kalau perlu berbuat curang.
Berbagai media cetak dan elektronik dimanfaatkan untuk mendulang suara
dalam pemilu. Media yang selalu menjadi alat utama dalam
mensosialisasikan politik di era modern ini ialah televisi. Seorang
kandidat akan selalu berusaha masuk di dalamnya bahkan ia berani menyewa
program dengan dana yang amat besar. Dengan media televisi seorang
kandidat akan menciptakan politik citra melebihi realitas kapasitas yang
dimilikinya. Kapabilitasnya akan disetting sedemikian rupa agar
terkesan ia seorang kandidat yang mempunyai kredibilitas tinggi dan
layak jadi seorang pemimpin.
Saat pemilu pada tahun 1992 di Amerika serikat, Bill Clinton
memenangkan pemilu presiden atas rivalnya Goerge Bush (senior), padahal
publik memprediksikan Bill Clinton akan kalah. Kemenangan Bill Clinton
tak bisa dilepaskan dari program debat presiden di televisi yang
diadakan sebelum pemilu, Clinton begitu mempesona, cerdas dan
argumentatif serta dengan penampilan tinggi, gagah dan tampan di program
debat kandidat pada saat itu. Melalui televisi lah Clinton bisa membuat
politik citra dan mampu merubah suara mayoritas rakyat berpindah
kepadanya. Di kasus lain, politik citra juga begitu melekat dengan
presiden SBY, ia begitu pandai mencitrakan dirinya terutama di media
televisi, sehingga ia mampu merebut suara mayoritas rakyat Indonesia,
bahkan khusus ibu-ibu begitu mengidolakan sosok SBY yang katanya gagah,
tampan dan menarik.
Menurut J. Baudrillard menjelaskan empat fase citra pertama,
representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas; kedua,
ideologi di mana citra menyembunyikan dan memberi gambar yang salah akan
realitas; ketiga, citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas, lalu
citra bermain menjadi penampakannya; keempat, citra tidak ada hubungan
sama sekali dengan realitas apapun, ia hanya menjadi yang menyerupai
dengan dirinya
Tradisi politik citra untuk kontek di Indonesia booming semenjak Era
Reformasi yang memberikan ruang pers sebebas-bebasnya. Walhasil banyak
muncul partai-partai berideologi nasionalisme sekuler dan Islam bak
jamur di musim hujan. Dengan kebebasan pers ini pun seorang kandidat
akan bebas berkreatifitas dalam meramaikan demokratisasi di negeri ini.
Sayangnya demokrasi tetap masih elitis. Hanya kandidat yang mempunyai
dana besar saja yang bisa masuk dunia citra dalam panggung politik.
Besarnya dana yang dikorbankan untuk pemilu memang menjadi persoalan
vital seandainya dana itu disalurkan untuk menyantuni fakir miskin dan
anak yatim di negeri ini, maka berapa banyak beban terkurangi
masalah-masalah mendesak sebagian rakyat. Akan tetapi, besarnya dana
untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil serta terpilih
pemimpin yang demokratis dan mempunyai kapabilitas yang tinggi, tentu
menjadi persoalan lain.
Kamis, 27 Oktober 2011
citra politik dan politik citra
Posted by ardian_yukKemarii
03.50, under | No comments
0 komentar:
Posting Komentar