Kamis, 27 Oktober 2011

citra politik dan politik citra

Posted by ardian_yukKemarii 03.50, under | No comments

citra politik dan politik citra

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah politik. Akan tetapi publik cenderung buruk dalam memaknainya. Politik mengalami degradasi moral dibandingkan dengan disiplin ilmu-ilmu lainnya. Politik dikaitkan dengan strategi tipu muslihat untuk meraih kekuasaan atau Sesuatu yang berhubungan dengan penggulingan kekuasaan atau kudeta. Begitu buruknya citra politik di mata publik seolah publik menjauhi persoalan apapun yang berkaitan dengan politik. Bahkan sebait syair musisi Iwan Fals menyuarakan bahwa “apakah selamanya politik itu kejam”. Begitu rendahnya wibawa politik maka publik menganggap bahwa politik itu kotor.
Nampaknya publik cenderung sependapat dengan Marcievali bahwa menghalalkan segala cara demi tercapainya kekuasaan adalah suatu keharusan. Politik semacam ini tiada mengenal kawan atau lawan, namun yang berbicara adalah kepentingan. Dan masing-masing bisa menjadi harimau bagi sesama yang siap menerkam kapanpun.
Memang persepsi publik tak sepenuhnya salah, realitas sering membuktikan beberapa politisi acapkali mengabaikan nilai-nilai etika politik. Mereka tak segan-segan menelikung dari belakang terhadap kerabat atau kawan sendiri agar tujuannya tercapai. Bahkan peperangan dikaitkan atas nama penegakan HAM atau keamanan namun dibalik itu ialah kepentingan politik. Hal itu yang melatarbelakangi Amerika Serikat menaboh genderang perang terhadap Irak, walhasil jutaan manusia tak berdosa mati sia-sia atas nama keserakahan politik. Dan Irak pun menjadi porak poranda nyaris tak ada tanda-tanda kehidupan lagi di sana.
Melihat realitas kekejaman atas nama politik, tentu publik tertekan tak hanya secara psikologis namun juga mengalami trauma terhadap hal-hal yang berbau politik. Tak heran, warga Irak pasca peperangan ketika melihat orang asing atau pendatang baru menjadi curiga dan tak simpati bahkan buru-buru pintu rumahnya ditutup rapat-rapat.
Persepsi apapun mengenai politik, toh dunia satu ini selalu dekat dengan kita. Berbagai macam aktifitas kita sehari-hari tak jauh dari dunia ini. bahkan tokoh-tokoh terkenal seperti Kennedy, Soekarno, Ahmanejad, Obama yang diidolakan rakyat justru mereka sangat dekat dengan politik dan karena kesuksesannya di dunia politiklah nama besar mereka sampai kini.
Sebaliknya menurut Aristoteles bahwa politik merupakan disiplin ilmu yang mulia bahkan paling mulia di antara disiplin ilmu yang lain. Dengan alasan bahwa politik lah yang bisa mengantarkan terhadap disiplin ilmu ilmu lainnya bisa diimplementasikan secara optimal untuk menyejahterakan rakyat. Maka politik berkaitan erat dengan kekuasaan dan bertujuan sangat mulia untuk kepentingan rakyat.  Seandainya tidak melalui politik, tentu akan sukar membumikan disiplin ilmu yang lain sehingga publik bisa merasakan manfaatnya.
Dalam sistem demokrasi diharuskan berhubungan dengan politik. Salah satu aktifitas politik yang cukup menonjol adalah terselenggaranya pemilihan umum. Nah, untuk menyelenggarakan pemilihan umum mesti dibutuhkan dana yang amat besar. Di negeri ini saja saat menyelenggarakan pemilu-pemilu sebelumnya tak kurang menghabiskan ratusan milyar rupiah, itu belum ditambah dengan biaya setiap kandidat yang mencalonkan diri.
Dengan banyaknya dana yang dihabiskan untuk pemilu khususnya seorang kandidat akan melakukan berbagai macam cara kalau perlu berbuat curang. Berbagai media cetak dan elektronik dimanfaatkan untuk mendulang suara dalam pemilu. Media yang selalu menjadi alat utama dalam mensosialisasikan politik di era modern ini ialah televisi. Seorang kandidat akan selalu berusaha masuk di dalamnya bahkan ia berani menyewa program dengan dana yang amat besar. Dengan media televisi seorang kandidat akan menciptakan politik citra melebihi realitas kapasitas yang dimilikinya. Kapabilitasnya akan disetting sedemikian rupa agar terkesan ia seorang kandidat yang mempunyai kredibilitas tinggi dan layak jadi seorang pemimpin.
Saat pemilu pada tahun 1992 di Amerika serikat, Bill Clinton memenangkan pemilu presiden atas rivalnya Goerge Bush (senior), padahal publik memprediksikan Bill Clinton akan kalah. Kemenangan Bill Clinton tak bisa dilepaskan dari program debat presiden di televisi yang diadakan sebelum pemilu, Clinton begitu mempesona, cerdas dan argumentatif serta dengan penampilan tinggi, gagah dan tampan di program debat kandidat pada saat itu. Melalui televisi lah Clinton bisa membuat politik citra dan mampu merubah suara mayoritas rakyat berpindah kepadanya. Di kasus lain, politik citra juga begitu melekat dengan presiden SBY, ia begitu pandai mencitrakan dirinya terutama di media televisi, sehingga ia mampu merebut suara mayoritas rakyat Indonesia, bahkan khusus ibu-ibu begitu mengidolakan sosok SBY yang katanya gagah, tampan dan menarik.
Menurut J. Baudrillard menjelaskan empat fase citra pertama, representasi dimana citra merupakan cermin suatu realitas; kedua, ideologi di mana citra menyembunyikan dan memberi gambar yang salah akan realitas; ketiga, citra menyembunyikan bahwa tidak ada realitas, lalu citra bermain menjadi penampakannya; keempat, citra tidak ada hubungan sama sekali dengan realitas apapun, ia hanya menjadi yang menyerupai dengan dirinya
Tradisi politik citra untuk kontek di Indonesia booming semenjak Era Reformasi yang memberikan ruang pers sebebas-bebasnya. Walhasil banyak muncul partai-partai berideologi nasionalisme sekuler dan Islam bak jamur di musim hujan. Dengan kebebasan pers ini pun seorang kandidat akan bebas berkreatifitas dalam meramaikan demokratisasi di negeri ini. Sayangnya demokrasi tetap masih elitis. Hanya kandidat yang mempunyai dana besar saja yang bisa masuk dunia citra dalam panggung politik.
Besarnya dana yang dikorbankan untuk pemilu memang menjadi persoalan vital seandainya dana itu disalurkan untuk menyantuni fakir miskin dan anak yatim di negeri ini, maka berapa banyak beban terkurangi masalah-masalah mendesak sebagian rakyat. Akan tetapi, besarnya dana untuk menyelenggarakan pemilu yang jujur dan adil serta terpilih pemimpin yang demokratis dan mempunyai kapabilitas yang tinggi, tentu menjadi persoalan lain.

0 komentar:

Posting Komentar