Teori Politik
- A. Teori Politik
Sebagai penstudi Hubungan Internasional dalam hal usaha penyamaan “cara baca” mengenai berbagai peristiwa politik yang terjadi, usaha tersebut selalu memakai konsep-konsep yang idenya selalu bersifat abstrak, maka dari itu dapat dikatakan salah satu kegunaan Teori Politik adalah sebagai “batu pijakan” antara konsep-konsep politik yang abstrak dengan fenomena-fenomena politik yang semata-mata fakta.
Berbicara mengenai hubungan antara konsep dan teori, sebagaimana telah diketahui bahwa konsep bersifat abstrak, dan teori merupakan hasil “buah karya” dari sana, karena itulah ada beberapa “jangkauan” yang dijangkau oleh teori politik yaitu Sifat dari Alam Semesta (The Nature of Universe); Sifat Manusia (Human Nature); Pandangan tentang Masyarakat (Views of Society); Sistem Ekonomi (Economic Systems);
Bentuk-Bentuk Negara (Forms of State).
- Sifat manusia
- Sifat Alam
- Pandangan masyarakat
- system ekonomi
- Bentuk-bentuk Negara
Pendapat para ahli sangatlah banyak versi yang seharusnya sama tetapi dengan dilihat dari berbagai sudut pandang dan dalam penyesuaian keadaan serta jamannya maka pendapat itu berdiri sendiri hingga semakin banyak bentuk dari suatu negara itu sendiri.
- B. Cakupan Teori politik
- Filsafat Politik
Pada akhir abad-20 dan awal abad-21 ini, dunia kita seolah-olah berada dalam zaman babel dulu. Zaman babel sering digambarkan sebagai zaman kekacauan. Manusia tidak lagi saling mengenal, saling bekerjasama, tapi lebih mementingan identitasnya masing-masing. Akibatnya yang terjadi adalah perang, dan segala macam bahaya yang mengancam kehidupan manusia.
Akhir abad-20 dan awal abad-21, juga mengalami hal yang sama. Perang dingin antar blok barat yang dipelopori oleh Amerika serikat dan blok timur oleh Uni sovyet (sebelum bubar 1990-an) telah melahirkan perlombaan persenjataan nuklir antara kedua blok. Kekerasan dalam bidang politik juga merajalela, contohnya pemerintahan ORBA yang mengekang kebebasan warga negara demi melagengkan kekuasaannya. Perang saudara di Yugoslavia yang menyebabkan negara tersebut hancur terkeping-keping, masalah darfur di sudan yang sampai sekarang belum diketemukan pemecahan masalahnya, invasi Amerika dan sekutunya di afghanisatan dan irak yang menyebabkan kedua negara Islam tersebut berada dalam kekacauan, dan kekerasan politik rezim militer Myamar terhadap aktivis hak asasi manusia, dan terakhir adalah instabilitasi politik yang terjadi di Timor leste. Dan semuanya itu hanya mengakibatkan penderitaan terhadap rakyat yang tidak berdosa dan tidak tahu berpolitik. Lalu saya bertanya-tanya dalam hati, kenapa hal ini semua terjadi?
Ketika merefleksikan pertanyaan tersebut, saya teringat akan pemikiran-pemikiran politik Bertrand Russel, seorang filsuf empirisme, Inggris. Menurut Bertrand Russel, kekacauaan terjadi karena cita-cita politik yang salah dari para penguasa dan hanya diselamatkan dengan cita-cita yang berbeda dari sumber-sumbernya yang selalu membawa kesengsaraan, dan pembinasaan. Karena itu, cita-cita politik harus didasarkan pada kehidupan individu, dimana sasaran politik harus membuat kehidupan individu menjadi lebih baik. Dan ada 2 (dua) dorongan yang sangat menentukan pola perilaku individu dalam pergaulan masyarakat negara antara lain: Possesip yaitu upaya untuk memiliki dan mempertahankan, dan Kreatif (konstruktif) yaitu upaya untuk menciptakan dan menemukan hal-hal baru. Di sini yang utama adalah konstruktif karena terjadi kehidupan yang lebih baik. Dan karena itu dalam kehidupan politik, lembaga politik yang baik akan memperlemah dorongan-dorongan terhadap kekuatan dan dominasi dengan 2 (dua) cara yaitu melalui pendidikan masyarakat, dan mengekang keinginan-keinginan possesip.
Untuk contoh para filsuf yang ada saya mengambil Ibnu Sina, Filsafat Jiwa Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku – buku yang khusus untuk soal – soal kejiwaan ataupun buku – buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.
Memang tidak sukar untuk mencari unsur – unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran – piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran – pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat – pendapat filosof modern.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.
Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.
Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran kaum sufi dan kaum mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian tauhid mengandung arti bahwa hanya Tuhan yang mempunyai wujud. Kalau ada yang lain yang mempunyai wujud hakiki disamping Tuhan, itu mngandung arti bahwa ada banyak wujud, dan dengan demikian merusak tauhid. Oleh karena itu mereka berpendapat : Tiada yang berwujud selain dari Allah swt. Semua yang lainnya pada hakikatnya tidak ada. Wujud yang lain itu adalah wujud bayangan. Kalau dibandingkan dengan pohon dan bayangannya, yang sebenarnya mempunyai wujud adalah pohonnya, sedang bayangannya hanyalah gambar yang seakan – akan tidak ada. Pendapat inilah kemudian yang membawa kepada paham wahdat al-wujud (kesatuan wujud), dalam arti wujud bayangan bergantung pada wujud yang punya bayangan. Karena itu ia pada hakekatnya tidak ada; bayangan tidak ada. Wujud bayangan bersatu dengan wujud yang punya bayangan.
Menurut al-Farabi, Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud Tuhan melimpahkan wujud alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah swt tentang dzat-Nya adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi wujud kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya sebagaimana kata Sayyed Zayid, adalah ilmu Tuhan tentang diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya (al-Qudrah) yang menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta, cukup Tuhan mengetahuiNya.
Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessary being and possible in essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya.
- Teori Politik Normative
Posisi Utama dalam Teori Politik Normatif
Sejak kebangkitannya pada 1970-an. Teori Normatif sudah berkembang ke segala arah. Beberapa penggunanya telah telah mengungkapkan ulang dasar-dasar dari teori yang sudah lama, (diantaranya adalah feminis) telah mencari ide baru. Tiga pendekatan teori normative telah mendominasi perdebatan pada tahun 1970-an dan setelahnya, diantaranya Ultilitarianisme, deontological liberalism dan communitarianism.
- . Ultilitarianisme
Menurut Bentham, manusia dimotivasi oleh suatu keinginan untuk meraih kebahagiaan dan untuk menghindari penderitaan karena itu keputusan moral politik yang paling benar adalah mencari kebahagiaan terbesar bagi masyarakat umum. Kebahagiaan ini dapat diukur berdasarkan kegunaanya, dimaksudkan untuk menghasilkan kemanfaatan, kegunaan, kesenangan, kebaikan atau kebahagiaan, dan objek dari pembuat kebijakan harus dimaksimalkan kegunaan sosialnya.
Bentham tidak mencari aksi yang secara tepat dapat memaksimalkan kebahagiaan, hal itu diserahkan kepada anggota masyarakat. Setiap individu harus mendefinisikan kebaikannya sendiri dan kepada pembuatan keputusan social keinginan dari tiap individu harus dimaksudkkan sejajar pada semua hitungan kegunaan.
Banyak kritik pada filosofi ini, bahwa kebahagiaan dan penderitaan bisa diukur dan keinginan yang tidak bisa diukur dari bermacam individu dapat di bandingkan, dianggapnya tidak masuk akal. Banyak kritikus khawatir terhadap implikasinya untuk individu dan minoritas dari suatu doktrin.
Kegunaan social sebagai sebuah kumpulan dan menolak pembatasan pada aksi social yang mungkin disediakan oleh teori tentang hak. Kecemasan mereka semakin ditambah oleh kepercayaan Utilitarianism pada pilihan-pilihan individu. Ketika beberapa pilihan mungkin sangat anti social ( Rasis contohnya). Keputusan untuk mencari kebahagiaan dari banyak orang dimasyarakat atau orientasi kesejahteraan tekhnokrasi disetujui oleh sebagian besar masyarakat. Model yang dapat membuat persetujuan yang kejam secara bebas dan bisa dima’afkan.
Salah satu kritik tajam diungkapkan John Stuart Mill menjauhkan utilitarianism yang secara kejam mendasarkan pada jumlah dengan mengakomodasi penilaian secara kualitas. Sebagai contoh pengalaman intelektual atau aestetik tertentu mungkin lebih penting daripada keinginan orang yang sebenarnya sepadan tingkat kegunaanya.
Mill juga mendebat utilitarianisme yang menjaga keinginan tertentu yang mendasar dan vital dari semua individu sebagai masalah hak. Hak sendiri berkontribusi pada semua kegunaan umum dengan membuat aman hal yang paling mendasar dari keberadaan kita.
Mill menegaskan bahwa pada suatu waktu hak bisa berkonflik dengan hak lain. Ketika terjadi, hanya hitungan kegunaan relative yang bisa menentukan mana hak yang berlaku. Argument mill ini mengantarkan pada “act-utilitarianisme”, (dimana semua tindakan harus dinilai berbeda dari memaksimalkan kebahagiaan) menjadi rule-utilitarianism (yang akan menjadi semua system peraturan yang mendesak, karena manfaat yang didapat adalah untuk seluruh masyarakat.)
- Deontological Liberalism
Argumen mereka menganggap membahayakan kebebasan manusia karena dua hal yaitu, pertama, mereka berpendapat, utilitarianism tidak memperhitungkan keanekaragaman akhir individu baik karena ini mensepesifikkan satu macam tujuan yang mungkin (pemaksimalkan kebahagiaan atau keuntungan) lebih tinggi daripada yang lain atau karena menilai kebaikan manusia atau kesejahteraan berdasarkan kumpulan nilai yang menguntungkan dari suatu masyarakat sebagai suatu keseluruhan atau dari jumlah yang terbesar, gagal untuk mempertimbangkan bahwa tiap individu itu berbeda.
Kedua, etika teologi mengutamakan akhir daripada alat yang mungkin digunakan untuk mencapainya. Secara khusus ini menolak untuk memperbolehkan bahwa pencarian tujuan kumpulan social harus dipaksa oleh hak yang tidak dapat diganggu gugat yang memiliki oleh tiap individu.
Deontological atau kantian liberal, ulitarianism telah menegakkan banyak pemikiran liberal tetapi dari banyak kritik telah diungkapkan bahwa liberalism butuh dasar filosofis yang lebih meyakinkan. Mereka mengkontraskan deontology (etika hak/ kewajiban) dengan teleology (etika akhir). Referensi utama deontology adalah imanuel kant.
Menurut kant, individu adalah suatu akhir (tujuan) bukan alat sehingga mereka tidak bisa diganggu gugat. Kantanian percaya bahwa setiap individu seharusnya lebih bebas menentukan dan mengejar tujuan mereka daripada tujuan orang lain yang menentukan mereka. Tetapi dalam mencapai tujuan harus ada batasan dalam tingkah laku mereka.
Manusia adalah makhluk yang bebas dan otonomi tapi mereka tidak lebih melukai kebebasan dan otonomi orang lain. Mereka percaya bahwa aksi kolektif social pun harus menghormati hak individu. Liberalism berbeda dengan anarkis dengan menerima bahwa ada lembaga yang diperlukan untuk menjaga hak dan membuatnya efektif. Munculah pertanyaan sejauh mana pemerintah bisa bergerak.
- Communitarianism
Communitarianism percaya kalau liberal self dominant ketika ikatan komunal telah terkikis dan individu menjauhkan diri dan hanyut meskipun sebenarnya kehidupan komunal atau tradisi adalah referensi yang diperlukan oleh individu. Communitarinism curiga dengan cara deontologist, percaya bahwa hak (prinsip universal keadilan) harus dibatasi pada pencarian kebaikan kolektif.
Communitarian curiga pada hak yang berdasarkan liberalism, serta communitarian tidak bergabung dalam alternative politik umum, Secara normative mereka merasa individualisme yang tidak diinginkan semacam ini, adalah sebuah gejala bahwa ada yang salah. Mereka memilih untuk mengatakan tentang suatu “ diri yang berdasar situasi” (situated self) bahwa seseorang yang tergabung dalam suatu masyarakat dan didefinisikan oleh keterikatannya dan pemahaman diri yang digunakan bersama yang menjadi kerangka kehidupan masyarakat. Masyarakat baik desa, pinggiran, pergerakan/ etika grup, yang mengatur hak dan kewajiban khusus. Kita lah yang membuat moral khusus kita. Pada saat yang sama kita perlu terlibat dalam tujuan dari masyarakat kita.
Communitarian sendiri mudah diserang karena tidak cukup menawarkan penjagaan pada kebebasan individu atau penjagaan dari tirani tradisionalis atau mayoritas. Communitarianism menawarkan argument kuat yang membuat kita menyadari bagaimana tradisi turunan kita membentuk moral kita. Walaupun kita tidak setuju dengan tradisi itu tetap menemukan diri kita terlibat di dalamnya. Contohnya: kebiasaan, konstitusi. Ini mengingatkan bahwa kita lahir dengan kewajiban moral sebagai anggota masyarakat.
- Idelogi
Definisi lain
Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:
Wikipedia Indonesia: Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah ‘aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan. Destertt de Tracy: Ideologi adalah studi terhadap ide – ide/pemikiran tertentu. Descartes: Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia. Machiavelli: Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa. Thomas H: Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya. Francis Bacon: Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup. Karl Marx: Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Napoleon: Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya. Muhammad Muhammad Ismail: Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya?. Dr. Hafidh Shaleh: Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional (aqidah aqliyah), yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi(mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya.
Apabila kita telusuri seluruh dunia ini, maka yang kita dapati hanya ada tiga ideologi. Yaitu Kapitalisme, Sosialisme termasuk Komunisme, dan Islam. Untuk saat ini dua mabda pertama, masing-masing diemban oleh satu atau beberapa negara. Sedangkan mabda yang ketiga yaitu Islam, saat ini tidak diemban oleh satu negarapun, melainkan diemban oleh individu-individu dalam masyarakat. Sekalipun demikian, mabda ini tetap ada di seluruh penjuru dunia.
Sumber konsepsi ideologi kapitalisme dan Sosialisme berasal dari buatan akal manusia, sedangkan Islam berasal dari wahyu Allah SWT (hukum syara’).
Ideologi politik
Dalam ilmu sosial, ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekereja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.
Teori komunis Karl Marx, Friedrich Engels dan pengikut mereka, sering dikenal dengan marxisme, dianggap sebagai ideologi politik paling berpengaruh dan dijelaskan lengkap pada abad 20.
Contoh ideologi lainnya termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme, monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan demokrat sosial.
Kepopuleran ideologi berkat pengaruh dari “moral entrepreneurs”, yang kadangkala bertindak dengan tujuan mereka sendiri. Ideologi politik adalah badan dari ideal, prinsip, doktrin, mitologi atau simbol dari gerakan sosial, institusi, kelas, atau grup besar yang memiliki tujuan politik dan budaya yang sama. Merupakan dasar dari pemikiran politik yang menggambarkan suatu partai politik dan kebijakannya.
Ada juga yang memakai agama sebagai ideologi politik. Hal ini disebabkan agama tersebut mempunyai pandangan yang menyeluruh tentang kehidupan. Islam, contohnya adalah agama yang holistik.
- Teori Empiris
Thomas Hobbes, karyanya yang terkenal Leviathan, diterbitkan tahun 1661. Sebagaimana halnya dengan ilmuan lainnya, Hobbes hidup dalam era pergolakan. Ia sangat terkesan oleh tuntutan akan kekuasaan politik yang kuat untuk mengeluarkan tatanan yang ada dari pergolakan yang mengancam masyarakat sipil. Situasi yang demikian mengstimulus inspirasi Thomas Hobbes untuk merumuskan teori-teori politik yang relevan dengan kondisi zamannya. Pikiran-pikiran yang ditelorkan merupakan produk dan mewakili karakter pada zamannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa situasi kacau pada sisi lain titik balik munculnya berbagai karya yang monumental.
0 komentar:
Posting Komentar